Ada Apa di Balikpapan?

Malam itu masih ada 4 urutan antrian di depan saya. Demi mengisi kebosanan para pelanggan, pemilik Tukang Cukur Bolo Dewe (sebut saja: barber shop level bawah pohon rindang) menyediakan televisi 14 inchi yang diletakkan disudut atas ruangan.  Dua buah kipas angin telanjang (tanpa penutup) yang dinyalakan dengan kecepatan maksimal. Debu yang menempel di kipas tesebut bak Bedak BB Harum Sari (iklan jadul) yang nempel kayak perangko. Masih pada satu pandangan, koran pagi yang sudah lusuh dijamah tangan-tangan tak bertuan. Pada suasana seperti itulah seorang pemuda harapan bangsa sedang ragu memutuskan cara mengisi nikmatnya libur panjang akhir pekan. Jogjakarta? Bagaimana kalau Borneo?

Tak butuh waktu lama untuk menentukan antara Borneo atau Jogjakarta. Mohon maap lagu Kla Project kali ini tak cukup kuat untuk menghipnotis saya kembali ke Jogja. Terpaksa saya menghanguskan tiket Kereta Sri Tanjung bangku 15 A, karena banyak cicilan dan pecicilan saya baru menyadari bahwa tiket kereta sekarang sudah bisa di-reschedule jadwalnya. Sayang sekali, Bung!

Keputusan semacam demikian tak lepas dari harga tiket di Traveloka yang jauh lebih murah untuk destinasi yang keluar Pulau Jawa ketika libur panjang.. Maka kalau Tuhan sudah berkehendak maka terjadilah. Saya harus memilih penerbangan pertama demi harga termurah, meskipun bukan cinta yang pertama, insyallah rasa sayangku ini amanah. Eaaa. Ditemani gerimis awal mei, saya mendarat di Bandara Sepinggan dengan mulus tanpa luka gores akibat pemakaian.

Beberapa menit jelang mendarat, Balikpapan dari ketinggian ternyata sudah bopeng di sana-sini. Bayangan saya tentang Borneo yang masih gelap gulita oleh hutan hujan sirna sudah. Semakin lama, lamat terlihat petak kapling perumahan padat penduduk, yang berdiri di atas tanah berwarna merah kering. Lain lagi dengan Bandara yang konon katanya terbesar kedua se-Indonesia. Beuh, ada tiga lantai yang siap huni untuk sebuah bandara, kabar burung yang beredar bandar udara tersebut akan digabung dengan bangunan mall. Wuahhh! Gawl! Saking besarnya dan masih kinyis-kinyis, pihak Angkasa Pura kemudian lupa membenahi fasilitas yang harusnya ada, Mesjid. pada ruang keberangkatan cuma ada satu, satu saja musollah untuk 10 gate garbarata. Bayangkan apabila satu gate mempunyai 100 penumpang yang menunggu, dan 60% daripadanya orang islam dan (merasa wajib) sholat, maka ada 60 dikali 10 ada 600 orang yang mengantri untuk sebuah musholah mungil. Apalah yang tidak antri di negera tercinta ini, termasuk beribadah. Penjelasan yang cukup syariah untuk pencitraan terselubung penulis.

Balikpapan ternyata sebelas duabelas tigabelas kota besar di Jawa. Mall besar mulai menjamur dimana-mana, macet tapi lancar hmmm. Sebagai sebuah kota Balikpapan cukup bersih dari sampah atau mungkin saya datang ketika hujan dan kotoran bersih dari pandangan. Balikpapan juga dikuasai kilang minyak Pertamina. Sesekali tongkang berisi batubara sampe tumpeh-tumpeh ke sungai yang segede laut. Balikpapan layak dikunjungi kalau memang pemasaran eh penasaran.